BOGOR, INDONEWS,– Menyikapi surat jawaban dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor terkait dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah, Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jonny Sirait, A.Md angkat bicara. Menurutnya, apapun bentuk pungli di sekolah itu mutlak illegal dan melanggar aturan.
“Kami mengapresiasi surat jawaban dari Disdik Kabuaten Bogor yang dilayangkan kepada media. Di dalam surat, disdik diantaranya menyatakan bahwa berdasarkan Permendikbud nomor 40 tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan pendidikan, pungutan adalah penarikan uang yang dilakukan sekolah kepada peserta didik, orangtua/wali murid yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan waktunya ditentukan. Artinya, kami dapat menyimpulkan bahwa penarikan biaya di SMP 1 Cileungsi dan SMP 2 Cibinong adalah pungli, karena mereka mematok harga, Rp.1,5 juta di SMP 1 Cileungsi dan Rp.1,7 juta di SMP 2 Cibinong,” ujar Jonny.
Namun, berdasarkan pernyataan disdik, hal tersebut bukan merupakan pungutan karena hasil musyawarah dengan orang tua.
“Musyawarah itu sangat dibolehkan. Tapi harus digarisbawahi, musyawarah harus mendasar pada aturan, salah satunya pada Permendikbud soal larangan pungli. Kalaupun musyawarah mengharuskan orangtua bayar Rp 1,5 juta dan Rp 1,7 juta serta berapapun nominalnya, ini bertentagan dengan Permendikbud nomor 40 tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan tadi. Jika dilegalkan, aturan larangan pungli dikalahkan musyarwarah. Sehingga ini menarik bagi kita untuk menyikapinya. Di sisi lain disdik membenarkan bahwa itu pungutan, tapi di sisi lain disdik membela sekolah karena pungutan hasil musyawarah,” papar Jonny.
Pernyataan Jonny tersebut mengacu pada surat jawaban Disdik di poin 3. Bahwa di SMP 1 Cileungsi orangtua dimintai Rp 1,5 juta dan di SMP 2 Cibinong Rp 1,7 juta. Disdik menyebutkan, pihaknya telah melakukan klarifikasi kepada kedua kepsek bersangkutan, dan didapat keterangan bahwa sumbangan tersebut merupakan hasil musyawarah masing-masing orangtua di sekolah.
“Kita juga mengacungi jempol bahwa Disdik Kabupaten Bogor begitu serius mengantisipasi terjadinya pungli di sekolah dengan berbagai upaya, seperti membuat surat edaran, pengawasan, sosialisasi dan lainnya. Namun, perkara ini juga menarik bagi kami, apakah sumbangan dengan dipatok harga, semisal Rp 1,5 juta dan Rp 1,7 juta dibolehkan asal melalui musyawarah? Nanti kita akan sampaikan ke kementerian pendidikan agar publik benar-benar tahu aturan yang sebenarnya,” ujar Jonny.
Menurut Jonny, kalaupun dilakukan musyawarah, jika harus mematok harga tentunya harus juga mempertimbangkan kemampuan orangtua.
“Ya contohnya seperti dalam permasalah ini, di mana ada orangtua yang mengadukan kepada GMPK bahwa mereka keberatan dengan sumbangan sebesar Rp 1,5 hingga Rp 1,7 juta,” pungkasnya. (rd)
Sumber: www.koranindonews.com