K2_PRINT_THIS_PAGE

Menyambut Hari Antikorupsi, Mencegah Kongkalikong Penguasa Korup dan Pengusaha Hitam

Hari antikorupsi internasional yang jatuh pada 9 Desember masih menyimpan keprihatinan. Indonesia masih berada di bawah sebagai negara paling korup. Versi Transparency International, Indonesia ada di peringkat 109 dengan indeks persepsi korupsi 34. Jauh di bawah Denmark yang menduduki peringkat 1 sebagai negara paling bersih dari korupsi dengan indeks persepsi korupsi 92.

"Indeks persepsi korupsi RI yang dirilis TII sangat buruk di angka 32 selama 2012 dan 2013, lalu cuma naik 2 poin di tahun 2014 menjadi 34. Artinya masih digolongkan sebagai negeri sangat korup. Indeks kepercayaan investor pada RI yang juga dirilis TII dalam 3 tahun terakhir juga menunjukkan trend yang menurun," kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso, Senin (7/12/2014).

Menurut Agus, belum lagi dahulu saat menjabat Mendagri Gamawan Fauzi menyampaikan data bahwa 60% Kepala Daerah tersangkut kasus hukum dan 80% diantaranya tersangkut kasus korupsi. Kasus-kasus korupsi kepala daerah merupakan fenomena yang memprihatinkan karena ternyata berkaitan dengan kegiatan investasi di daerah-daerah.

"Pertanyaannya, apakah investasi yang dibuka di daerah-daerah melalui proses desentralisasi iu lantas langsung berdampak mendorong demokrasi dan kemakmuran? Ataukah justru sebaliknya, malah menjadi penyebab kerusakan alam, konflik sosial dan memarjinalkan rakyat? Karena fenomena korupsi yang menyangkut para kepala daerah ini menggambarkan pola bahwa yang sedang terjadi adalah barter antara penguasa hitam dengan pengusaha hitam. Yang satu hanya berambisi dan berorientasi pada kekuasaan sedangkan yang satunya hanya berorientasi pada keuntungan harta semata," jelas Agus.

"Investasi, korupsi, demokrasi dan desentralisasi yang membarter kekuasaan dengan keuntungan. Kongkalikong penguasa hitam dengan pengusaha hitam. Akibatnya hutan rusak, konflik sosial, bencana alam banjir bandang," tuturnya.

Negara, lanjut Agus, ada dengan tujuan untuk membangun kemakmuran rakyat. Kemudian supaya berkeadilan maka RI memilih landasan negara hukum dan demokrasi.

"Supaya tujuan negara tercapai dengan cara melibatkan kedaulatan rakyat dalam bingkai aturan hukum. Dari sisi pembiayaan ekonomi, takkan bisa cepat bila pembangunan hanya dibiayai oleh APBN/D. Negara butuh adanya investor untuk berinvestasi. Utk menyediakan lapangan kerja bg rakyat dan bersama pemerintah membangun ekonomi dan kemakmuran. Tapi apa yang terjadi bila korupsi masih mendera dan masih menjadi isu sentral?" jelas Agus.

Mencegah terjadi korupsi yang massif di daerah, Agus menuturkan, proses rekrutmen kepala daerah dan pejabat-pejabat daerah menjadi sangat penting.

"Berdasarkan riset PPATK terhadap perilaku transaksi keuangan kepala daerah dengan coverage data 2005 sd 2012, dapat disimpulkan bahwa calon kepala daerah yang pernah terlapor melakukan Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) yang tercatat di PPATK ternyata ketika menjabat bertendensi berperilaku koruptif bahkan ada kecenderungan membangun mafia birokrasi," tutup dia.

Sumber : news.detik.com