Aparat hukum di Medan diminta untuk lebih jeli mengawasi proses pelaksanaan pembangunan tahap II gedung asrama dan perlistrikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK atau P4TK ) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) berbiaya Rp 46 miliar lebih di Jalan Setia Budi, Kecamatan Medan Helvetia, Medan.
Permintaan dan harapan itu disampaikan Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Sumut Ir P Hutaghalung kepada wartawan, Jumat (3/6) di Medan. Dikatakan, pihaknya menaruh curiga bahwa dalam proses lelang dan penentuan pemenang tender pembangunan gedung tersebut ada semacam "persekongkolan" antara oknum panitia lelang dengan pemenang tender. Sebab, panitia ternyata mengalahkan perusahaan penawar terendah Rp 44,9 miliar lebih atau lebih kecil sekira Rp 2 miliar dari penawaran perusahaan pemenang tender.
Menurut Hutagalung, aktifis GMPK, organisasi yang didirikan mantan Komisioner KPK Bibit Samad Rianto, alasan panitia menggugurkan perusahaan penawar terendah tersebut hanya karena dalam kartu tanda penduduk tenaga ahli kelistrikan perusahaan itu tercantum pekerjaan sebagai PNS." Alasan ini seperti mengada-ada. Kenapa pantia tidak melakukan klarifikasi terhadap berkas yang bersangkutan. Padahal surat keterangan ahli (SKA) tersebut dikeluarkan pihak LPJK, yang mengetahui dengan jelas bahwa PNS tidak boleh merangkap jabatan sebagai tenaga ahli dalam sebuah perusahaan. LPJK mengeluarkan surat itu tentu sudah melakukan penelitian terlebih dahulu baru mengeluarkan surat keterangan ahli (SKA). Surat itu sendiri dikeluarkan LPJK, karena menang tenaga ahli yang bersangkutan bukan PNS, kendati pernah bekerja sebagai karyawan PLN sebuah BUMN, itu pun sudah pensiun. Ini memprihatikan, seharusnya panitia melakukan cross chek," kata Hutagalung.
Dikatakan, pihak GMPK sendiri telah melakukan konfirmasi kepada pihak panitia terkait pengguguran perusahaan penawaran terendah itu, Rabu (1/6). Tetapi, para panitia yang ditemui hari itu bersikukuh bahwa alasan pengguguran itu, karena berkas -berkas perusahaan penawar terendah dimaksud tidak lengkap, karena tenaga ahlinya seorang PNS, kata Hutagalung.
"Dengan memenangkan perusahan penawar lebih tinggi yakni sekitar Rp 46 miliar lebih, berarti negara berpotensi dirugikan Rp 2 miliar, yakni selisih harga dengan penawar terendah. Padahal prinsip lelang adalah untuk mengefisienkan anggaran. Ini yang harus diawasi aparat hukum," kata Hutagalung lagi.
Selain itu, katanya pihak GMPK juga telah meminta klarifikasi terkait adanya informasi bahwa Ketua Panitia Tender Eko Afandi ST, Sekretaris Suhardi dan anggota Armand Abdi Goram Siregar tidak memiliki sertifikat sebagai pantia. Namun ketiga pantia tersebut membantah tudingan itu. Mereka mengaku memiliki sertifikat, namun pada hari itu, sertifikat yang mereka miliki tertinggal di rumah sehingga tidak dapat diperlihatkan. Hal ini tetap menimbulkan kecurigaan bagi pihak GMPK, kata Hutagalung.
Hutagalung mengatakan, proyek yang menelan dana sangat besar itu perlu pengawasan tidak hanya oleh aparat hukum, tetapi juga seluruh lapisan mayarakat, denan harapan pelaksanaannya tidak menyimpang. Proyek itu telah selesai dilelang dan akan segera dikerjakan. (R13/h)
Sumber : hariansib.co