Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto menyatakan internal lembaga anti rasuah ini tidak setuju dengan revisi Undang-Undang (UU) No.30/2002 tentang KPK yang sudah disepakati oleh pemerintah dan DPR masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2015.
Sebab, keempat syarat yang diajukan dalam revisi ini diantaranya izin penyadapan, dapat keluarkan SP3, pembatasan masa usia KPK12 tahun, melemahkan lembaga yang saat ini dipimpin oleh Agus Rahardjo ini.
"Revisi perlu, tapi yang ada jangan diacak-acak lagi seperti penuntutan, penyadapan dan masa tugas 12 tahun. Jangan seperti itu, SP3 itu sarang korupsi," kata Bibit Samad dalam acara dialog di sebuah stasiun tv berita swasta di Jakarta, Senin (21/12/2015).
Menurutnya, 5 pimpinan KPK jilid IV yang baru dilantik Presiden Jokowi hari ini tidak perlu memikirkan dan memprioritaskan gagasan revisi UU KPK. Meskipun, pada pimpinan KPK periode sebelumnya sudah menyatakan akan mengajukan draf revisi UU KPK ini. "Bersihkan dulu kejaksaan dan kepolisian oleh KPK, baru yang lain. Itu tugas utamanya, karena KPK dibentuk untuk memberantas korupsi yang tidak bisa ditangani oleh kejaksaan dan kepolisian," jelasnya.
Peneliti ICW, Emerson Yuntho menambahkan, dipilihnya pimpinan KPK jilid IV ini karena mereka setuju di revisinya UU KPK. Padahal, revisi ini menjadi pintu masuk bagi DPR dan pemerintah untuk menghancurkan KPK. "Yang dipilih DPR kemarin itu yang setuju revisi UU KPK. Kalau seperti Johan Budi dan Busyro Muqoddas yang nolak revisi, ini tidak dipilih," kata Emerson.
Emerson juga menyesalkan, Agus Rahardjo memberikan pernyataan bahwa KPK ke depan akan mengkedepannya pencegahan sebesar 80 persen. Sedangkan, penindakan 20 persen. "KPK bukan komisi pencegahan korupsi, tapi komisi pemberantasan korupsi. Bukan juga milik DPR KPK ini," tegasnya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) Masinton Pasaribu mengatakan, revisi UU KPK tidak ada urusannya dengan KPK. Sebab, revisi UU KPK adalah kewenangan DPR dan pemerintah. Sementara, KPK hanya pelaksana UU yang harus menjalankannya. "Tidak ada urusan, KPK pelaksana UU, KPK wajib laksanakan," kata Masinton.
Masinton mengungkapkan, pimpinan KPK sebelumnya yang baru berakhir masa jabatannya kemarin, secara kelembagaan sudah menyatakan setuju revisi UU KPK. "KPK sebelumnya setuju revisi UU KPK, itu resmi disampaikan dalam rapat KPK dengan DPR, setuju revisi UU KPK," ungkapnya.
Masinton menambahkan, dalam sebuah negara maju maka UU di revisi berkali-kali merupakan hal yang wajar. Dia pun meminta, semua pihak jangan berpikiran negatif bahwa revisi UU KPK ini untuk melemahkan KPK. "Jangan dipikir revisi ini pelemahan. Ini revisi untuk revitalisasi penegakan hukum," tegasnya.
(Robbi Khadafi)
Sumber : nasional.harianterbit.com