BIBIT SAMAD RIANTO (BSR) adalah ikon perlawanan terhadap koruptor. Ia telah menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk mengobarkan semangat antikorupsi. Pengalaman di KPK yang pernah dikriminalisasi pada kasus 'cicak vs buaya', tak membuatnya surut untuk terus menyalakan obor keteladanan.
“Wajah menjadi cerminan hati, sedangkan mata memperlihatkan apa yang ada di dalamnya” (Imago Animi Vultus Est, Indices Oculi), peribahasa Latin ini terasa pas untuk menggambarkan sosok sederhana ini. Kesahajaan, tidak membuatnya antre untuk tampil di podium sejarah.
Setiap tokoh ada masanya, dan setiap masa ada tokohnya. Negeri ini tidak hanya mengalami defisit keuangan tetapi juga krisis kepemimpinan. Mengelola ekspektasi rakyat memang pekerjaan yang tidak mudah. Siapapun pemimpinnya, Indonesia akan diuji oleh koruptorisme yang terkait dengan persengkokolan bisnis dan politik, yang menegasikan kewarasan publik dan etika.
Di sisi lain, maraknya korupsi dan lunturnya etika di kalangan elite politik, telah mengganggu kohesivitas bangsa. Kerakusan elite mengakumulasi modal telah menghancurkan harapan sebagian besar rakyat. Karenanya korupsi adalah pengkhianatan terhadap konstitusi.
Secangkir kopi rasa nasionalisme
Pada 3 November 2015 lalu, Pak Bibit genap berusia 70 tahun, buku kecil ini adalah kado ulang tahun untuk beliau, menemani hari, mengantar kehangatan, sembari menikmati singkong rebus, minum teh hangat atau secangkir kopi rasa nasionalisme. Hadir didorong oleh sebuah kegelisahan, semangat, idealisme, dan filosofi “alam terkembang jadi guru”.
Seiring dengan logika demokrasi yang menjadi kata ampuh dalam pergulatan ruang publik dengan masing-masing perannya, buku ini disusun, berisi 70 kutipan berharga, rampai pernyataan dan gagasan BSR selama ini, berangkat dari realitas dan dialog, dengan segenap pemikiran, mencoba nimbrung, mengintip lanskap persoalan korupsi, yang terus bergerak.
Sambil kita berbesar hati upaya pemberantasan korupsi terus berlangsung, kita masih merasa sedih melihat berbagai ironi di negeri ini, potret ketidakadilan dalam memberikan hukuman kepada koruptor yang tidak menimbulkan efek jera, mereka bisa tetap tertawa, bahkan melambaikan tangan ketika disorot kamera.
Indonesia membutuhkan bibit-bibit muda seperti Bibit Samad Rianto. Rekam jejak perjalanan hidupnya telah mengajarkan banyak hal. Dia adalah pribadi yang memiliki kompetensi, penuh semangat dan memiliki prinsip yang teguh. Tiga hal yang patut diteladani oleh generasi muda.
Bagi keluarga besar Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK), buku ini adalah penambah daya diusianya yang kedua. Buku ini adalah kita. Semoga tempias pemikiran yang ada di dalamnya menjadi energi untuk memberantas korupsi di negeri ini.
BSR telah memberi contoh yang baik, berbagi tinta menulis tentang Indonesia apa adanya, dengannya kita bisa berpikir dan bersikap merdeka.
Kesederhanaan, pemikiran dan pengabdian pak Bibit Samad Rianto, yang tak kenal lelah mengabdi untuk Ibu Pertiwi memerangi korupsi, membuka mata, menggugah kesadaran, dan mengingatkan kita untuk terus terjaga. Mengawal bangsa ini menuju Indonesia tanpa korupsi.
Selamat membaca,
Agung Marsudi D Susanto